Selasa, 18 Januari 2011

Ilmu Sejarah dalam Perspektif Filsafat Ilmu


ILMU SEJARAH DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
(Suatu Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis)
Oleh : Tajudin Noor
No. Reg : 761600631

(Diajukan dalam rangka Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil Tahun 2010-2011)
(Mata Kuliah Filsafat Ilmu PPs UNJ)
(Dosen DR. Suwirman Nuryadin, M.Pd)
 
A. Ontologi dalam Ilmu Sejarah
            Sejarah berasal dari Bahasa Arab yaitu syajarah yang berarti pohon atau syajara yang berarti terjadi. Kedua lafal ini sebagai sejarah dalam Bahasa Indonesia dapat berarti silsilah, asal usul, riwayat. Dalam bahasa Inggris, yaitu history, yang berasal dari historia, Belanda ialah geschiedennis (dari kata geschieden = terjadi). Sedangkan dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, (berasal dari bahasa Yunani “historia” yang berarti yang diketahui dari hasil penyelidikan atau ilmu. Sejarah berarti peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia di masa lampau.[1]
            Obyek yang ditelaah  dalam ilmu sejarah adalah manusia dan waktu. Dalam hal ini kaitannya dengan waktu dalam pandangan sejarah adalah waktu yang berhubungan dengan kehidupan manusia pada masa lampau. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Jika dalam ilmu-ilmu lain dapat melakukan eksperimen berulang-ulang maka sejarah tidak dapat hanya satu kali terjadi (einmalig). Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif. Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
Dalam kaitan pengalaman tersebut diatas , menurut Dilthey, setiap pengalaman baru ditentukan oleh semua pengalaman yang sampat saat itu pernah dimiliki. Pengalam baru memberi arti dan penafsiran baru terhadap pengalam lama. Ada pengaruh pengalaman baru dengan pengalaman lama yang ditentukan oleh proses timbal balik (erlebnis).T ahap kedua audruck, merupakan kenyataan sesuai dengan kenyataan atau persepsi. Tahap  ketiga verstehen yaitu mementaskan kembali pengalaman dan proses psikologi dan intelektual yang dahlu dirasakan oleh seseorang pelaku sejarah. Menurut RG Collingwood, masa lalu dapat diulangi dalam batin berdasarkan pengalaman masa silam dengan menggunakan konsep enact, yaitu mengulangi apa yang hidup dalam benak tokoh sejarah. Hal inilah yang membedakan antara ilmu sejarah dengan ilmu yang lain[2]
            Tentang penggambaran tentang manusia dapat terlihat dalam  gerak sejarah, dengan adanya dua pandangan yang berbeda mengenai peristiwa sejarah yaitu sejarah merupakan peristiwa yang berulang (I’historie se re pete) dan tidak suatu peristiwa yang sama percis dengan peristiwa yang lainnya (gesichte ist eimalig). Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
            Dikaitkan dengan faktor pendorong sejarah, terdapat dua macam penafsiran yaitu determininasi dan kemaun bebas. Filsafat sejarah yang deterministik menekankan faktor keturunan (fisik, biologis, rasial) seperti teori evolusi dari Charles Darwin,  lingkungan geografis, interpretasi ekonomi seperti materialisme dialektika oleh Karl Marx, penafsiran orang besar seperti negarawan, panglima perang, para nadi, sastrawan; kajian sejarah, penafsiran sosiologi seperti dikembangkan olh Ditley, dan penafsiran sintetis yaitu mencoba menggabungkan semua faktor yang menjadi penggerak sejarah.
            Dengan demikian maka mempelajari sejarah berarti pada hakikatnya adalah kajian tentang suatu proses pemahaman kelangsungan dan perubahan terhadap obyek dan dinamika kehidupan manusia atau bangsa yang mempunyai arti istimewa.

B. Epistemologi dalam Imu Sejarah
            Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan pengetahuan. Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani. Episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran , percapakan atau ilmu)[3]. Pokok persoalan klasik dalam epistemologi adalah sumber, asal mula dan dasar pengetahuan; bidang, batas, dan jangkuan pengetahuan; serta validitas dan realibilitas dari berbagai klaim terhadap pengetahuan.[4]
            Pada zaman Yunani dan Romawi awalnya Heredotus (484-425 SM) yang ditasbihkan sebagai the father of history  memandang bahwa sejarah sebagai cerita sejarah (telling history) Sejarah kadang-kadang dimasukkan ke dalam ilmu sosial atau humaniora. Selain pengkategorian sejarah sebagai bagian ilmu humaniora pada dasarnya sejarah berusaha memang ditafsirkan untuk merekam, mewariskan, menafsirkan, serta mempertahankan  budaya  dari kehidupan manusia dimasa lalu. Sementara dalam kegiatan penulisan sejarah hanya memperhatikan unsur  keindahan (estetika).[5]
            Pada masa Kristen Awal dan Zaman Pertengahan ( abad V – XV) , penulisan sejarah cenderung melihat sejarah dari sudut agama dan politik. . Zaman Rasionalisme dan Pencerahan (abad XVIII)  penulisan sejarah berupa gagasan kemajuan peradaban manusia yang akan terus menerus tergerak maju. Zaman Romatisme, Nasionalisme, dan liberalisme ditandai dengan timbul perdebatan klasik tentang karakteristik pendekatan metodologi keilmuan sejarah yang dipelopori oleh kelompok positivisme dan hermeneutika. Kelompok positivisme sangat menekankan keharusan menerapkan sifat kausalitas, generalisasi serta prediksi.[6] Kelompok hermeneutika lebih menekankan penghayatan dari dalam jalan pikiran manusia dengan jalan menjembatani antara dua titik yang berbeda-beda, berusaha mengerti pihak lain berdasarkan pengalaman
            Dalam perkembangan selanjutnya terdapat pandangan tentang sejarah kritis dan sejarah baru. Pandangan filsafat sejarah speklulatif  menafsirkan berdasarkan pendapat sendiri yang bervariasi atas dasar pertimbangan empiris, metafisis dan religius. Sedangkan pandangan filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas permikiran dan penalaran menurut hakikat ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologi dan konseptual.[7]
            Dalam kaitan ini maka ilmu sejarah, telah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu, yaitu :
a. Bersifat empiris, yaitu sesuatu yang dikonseptulisasikan dengan data panca indera. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif.
            b. Memiliki metode,  yaitu heuristik (menemukan jejak), kritik, dan interpretasi
c. Memiliki teori  (renungan pengetahuan)
d. Memiliki generalisasi - generalisasi konseptual, tematik, spatial, periodik (kronologis), sosial, kausal (apa dan bagaimana), kultural (budaya), sistematik, struktural.
C. Aksiologi dalam Sejarah
            Dari berbagai literatur, maka kegunaan sejarah sebagai ilmu dapat disimpulkan sebagai berikut :
       a. Menurut Wang Gungwu, kegunaan sejarah adalah : 1) untuk kelestraian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu guna kelangsungan hidup. 2) Sejarah berguna sebagai pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh dimasa lalu, sehingga menjadi azas dan manfaat secara khusus demi kelangsungan hidup itu. 3); Sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai makna hidup dan mati.[8]
b. Menurut Nugroho Notosusanto kegunaan sejarah adalah guna rekreatif, guna inspiratif, guna intruktif, dan guna edukatif.[9]
c. Menurut C.P. Hill meyatakan tentang kegunaan sejarah antara lain 1) secara unik dapat memuaskan rasa ingin tahu tentang orang lain, 2) dapat membandingkan kehidupan zaman sekarang dengan masa lampau 3) dapat diwariskan kebudayaan masa lalu 4) dapat membantu mengembangkan cinta tanah air dikalangan para siswa[10]
            Selain ilmu sejarah memiliki kegunaan, ilmu sejarah juga memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat instritik yaitu 1) sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lalu, pernyataan pendapat, sebagai profesi)
b. Manfaat ekstrinsik yaitu : 1) Sejarah sebagai latarbelakang 2) Sejarah sebagai rujukan. 3) Sejarah sebagai pendidikan moral. Dalam pelaku sejarah terdapat  sikap sebagai tuntunan moral seperti baik-buruk, benar-salah, merdeka-dijajah, pahlawan-pengkhianat, cinta-benci, beradab-biadab,4) Sejarah sebagai pendidikan penalaran, yaitu tentang proses berpikir secara plurikausal, bahwa penyebab suatu peristiwa karena banyak hal.
c.    Manfaat sejarah untuk perencanaan dan/atau penilaian yaitu perbandingan sejarah, unntuk megetahui hal-hal pembangunan- pembangunan, paralelisme (ekonomi, sosiologi, antropologi) serta evolusi sejarah.     
D. Peran Bahasa kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Bahasa merupakan serangkaian bunyi, serta lambang di mana rangakaian bunyi ini membentuk arti  tertentu. Dengan lambang-lambang manusia dapat berpikir dan berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu secara benar.
            Perkembangan bahasa dalam kaitan filsafat analitik menggunakan logico-linguistic maka bahasa bukan saja sebagai sarana berpikir dan berfilsafat melainkan sebagai bahan dasar dari hasil akhir filsafat.
E. Peran Matematika kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan yang bersifat artificial, yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Fungsi matematika sebagai bahasa juga sebagai alat berpikir deduktif artinya  proses pengambilan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
                                                                                                                                     
Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Cet II, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999
Ankersemit, FR,  Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah,              Jakarta,   Gramedia 1987
Coolingwood. R.G.. The Idea of History, New York : Oxpord Univesity Perss , 1956
Hill, C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah Djakarta : Perpustakaan Perguruan
            Kementrian PP dan K, 1956
Notosusanto, Nugroho.  Sejarah Indonesia I, Jakarta , Depdikbud, 1979
Rapar, JH. Pengantar Filsafat, Jakarta Kanisius, 1996
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar                
            Harapan, 2009
           


[1] Gottschalk, Louis ; Understanding History : Primer Historical Method (terjemahan), (Jakarta, Universitas
   Indonesia 1983) , hlm. 27
[2] Coolingwood RG, The Idea of History , ( New York : Oxpord Univesity Perss 1956) hlm 3 -5
[3] JH Rapar, JH, Pengantar Filsafat, (Jakarta, Kanisius, 1996) hlm. 37  
[4]  ibid hal. 37                                                                                                                                                                                
[5] Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009) hlm
   97
[6]Ankersemit, FR. Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah, (Jakarta, Gramedia , 1984) hlm. 121-122
[7] Rapar , JH. 1996, Pengantar Filsafat,( Jakarta , Kanisius, 1996) hlm. 84
[8]  Abdurahman, Dudung , Metode Penelitian Sejarah, Cet II ( Jakarta; Logos Wacana Ilmu,1999) hlm. 4.
[9] Notosusanto, Nugroho  Sejarah Nasional Indonesia Jakarta :Depdibud 1992)hlm. 10
[10] Hil C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah (Djakarta : Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan K  
    1956) hlm. 120-122.

1 komentar:

  1. terima kasih atas tulisannya. bisa buat tambahan pengetahuan
    kunjung balik ya....

    BalasHapus