Senin, 26 Februari 2018

Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar yang terletak di pulau Sumatera tepatnya Sumatera Selatan dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan
Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya yaitu berupa prasasti dan berita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua, yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari luar negeri. Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga Batu (683), Kota Kapur (686 m), Karang Berahi (686 m), Palas Pasemah dan Amoghapasa (1286). Sementara itu, prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain; Ligor (775 M), Nalanda, Piagam Laiden, Tanjore (1030 M), Canton (1075 M), Grahi (1183 M) dan Chaiya (1230). Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri adalah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Lingwai- tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua.
Pada tahun saka 605 hari kesebelas bulan terang bulan waiseka Dapunta Hyang naik di perahu mengadakan perajalanan pada hari ketujuh bulan terang. Bulan jyestha dapunta hyang berangkat dari minanga. Tambahan beliau membawa tentara dua laksa (20.000), dua ratus koli di perahu, yang berajalan darat seribu, tiga ratus dua belas banyaknya datang di mukha upang, dengan senang hati, pada hari kelima bulan terang bulan asada, dengan lega gembira datang membuat wanua ... . perajalanan jaya sriwijy memberikan kepuasan.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk para pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India. Selain itu, dalam Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa Raja Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek moyangnya
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian
Faktor kemajuan Kerajaan Sriwijaya
a.     Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
b.     Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
c.     Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
d.     Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti.
Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
·       Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
·       Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.
·       Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.
·       Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377).

dari berbagai sumber

Sabtu, 17 Februari 2018

Tugas Filsafat Ilmu


ILMU SEJARAH DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
(Suatu Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis)
Oleh : Tajudin Noor
No. Reg : 76100631

(Diajukan dalam rangka Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil Tahun 2010-2011)
(Mata Kuliah Filsafat Ilmu PPs UNJ)
(Dosen DR. Suwirman Nuryadin, M.Pd)
 
A. Ontologi dalam Ilmu Sejarah
            Sejarah berasal dari Bahasa Arab yaitu syajarah yang berarti pohon atau syajara yang berarti terjadi. Kedua lafal ini sebagai sejarah dalam Bahasa Indonesia dapat berarti silsilah, asal usul, riwayat. Dalam bahasa Inggris, yaitu history, yang berasal dari historia, Belanda ialah geschiedennis (dari kata geschieden = terjadi). Sedangkan dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, (berasal dari bahasa Yunani “historia” yang berarti yang diketahui dari hasil penyelidikan atau ilmu. Sejarah berarti peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia di masa lampau.[1]
            Obyek yang ditelaah  dalam ilmu sejarah adalah manusia dan waktu. Dalam hal ini kaitannya dengan waktu dalam pandangan sejarah adalah waktu yang berhubungan dengan kehidupan manusia pada masa lampau. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Jika dalam ilmu-ilmu lain dapat melakukan eksperimen berulang-ulang maka sejarah tidak dapat hanya satu kali terjadi (einmalig). Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif. Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
Dalam kaitan pengalaman tersebut diatas , menurut Dilthey, setiap pengalaman baru ditentukan oleh semua pengalaman yang sampat saat itu pernah dimiliki. Pengalam baru memberi arti dan penafsiran baru terhadap pengalam lama. Ada pengaruh pengalaman baru dengan pengalaman lama yang ditentukan oleh proses timbal balik (erlebnis).T ahap kedua audruck, merupakan kenyataan sesuai dengan kenyataan atau persepsi. Tahap  ketiga verstehen yaitu mementaskan kembali pengalaman dan proses psikologi dan intelektual yang dahlu dirasakan oleh seseorang pelaku sejarah. Menurut RG Collingwood, masa lalu dapat diulangi dalam batin berdasarkan pengalaman masa silam dengan menggunakan konsep enact, yaitu mengulangi apa yang hidup dalam benak tokoh sejarah. Hal inilah yang membedakan antara ilmu sejarah dengan ilmu yang lain[2]
            Tentang penggambaran tentang manusia dapat terlihat dalam  gerak sejarah, dengan adanya dua pandangan yang berbeda mengenai peristiwa sejarah yaitu sejarah merupakan peristiwa yang berulang (I’historie se re pete) dan tidak suatu peristiwa yang sama percis dengan peristiwa yang lainnya (gesichte ist eimalig). Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
            Dikaitkan dengan faktor pendorong sejarah, terdapat dua macam penafsiran yaitu determininasi dan kemaun bebas. Filsafat sejarah yang deterministik menekankan faktor keturunan (fisik, biologis, rasial) seperti teori evolusi dari Charles Darwin,  lingkungan geografis, interpretasi ekonomi seperti materialisme dialektika oleh Karl Marx, penafsiran orang besar seperti negarawan, panglima perang, para nadi, sastrawan; kajian sejarah, penafsiran sosiologi seperti dikembangkan olh Ditley, dan penafsiran sintetis yaitu mencoba menggabungkan semua faktor yang menjadi penggerak sejarah.
            Dengan demikian maka mempelajari sejarah berarti pada hakikatnya adalah kajian tentang suatu proses pemahaman kelangsungan dan perubahan terhadap obyek dan dinamika kehidupan manusia atau bangsa yang mempunyai arti istimewa.

B. Epistemologi dalam Imu Sejarah
            Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan pengetahuan. Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani. Episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran , percapakan atau ilmu)[3]. Pokok persoalan klasik dalam epistemologi adalah sumber, asal mula dan dasar pengetahuan; bidang, batas, dan jangkuan pengetahuan; serta validitas dan realibilitas dari berbagai klaim terhadap pengetahuan.[4]
            Pada zaman Yunani dan Romawi awalnya Heredotus (484-425 SM) yang ditasbihkan sebagai the father of history  memandang bahwa sejarah sebagai cerita sejarah (telling history) Sejarah kadang-kadang dimasukkan ke dalam ilmu sosial atau humaniora. Selain pengkategorian sejarah sebagai bagian ilmu humaniora pada dasarnya sejarah berusaha memang ditafsirkan untuk merekam, mewariskan, menafsirkan, serta mempertahankan  budaya  dari kehidupan manusia dimasa lalu. Sementara dalam kegiatan penulisan sejarah hanya memperhatikan unsur  keindahan (estetika).[5]
            Pada masa Kristen Awal dan Zaman Pertengahan ( abad V – XV) , penulisan sejarah cenderung melihat sejarah dari sudut agama dan politik. . Zaman Rasionalisme dan Pencerahan (abad XVIII)  penulisan sejarah berupa gagasan kemajuan peradaban manusia yang akan terus menerus tergerak maju. Zaman Romatisme, Nasionalisme, dan liberalisme ditandai dengan timbul perdebatan klasik tentang karakteristik pendekatan metodologi keilmuan sejarah yang dipelopori oleh kelompok positivisme dan hermeneutika. Kelompok positivisme sangat menekankan keharusan menerapkan sifat kausalitas, generalisasi serta prediksi.[6] Kelompok hermeneutika lebih menekankan penghayatan dari dalam jalan pikiran manusia dengan jalan menjembatani antara dua titik yang berbeda-beda, berusaha mengerti pihak lain berdasarkan pengalaman
            Dalam perkembangan selanjutnya terdapat pandangan tentang sejarah kritis dan sejarah baru. Pandangan filsafat sejarah speklulatif  menafsirkan berdasarkan pendapat sendiri yang bervariasi atas dasar pertimbangan empiris, metafisis dan religius. Sedangkan pandangan filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas permikiran dan penalaran menurut hakikat ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologi dan konseptual.[7]
            Dalam kaitan ini maka ilmu sejarah, telah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu, yaitu :
a. Bersifat empiris, yaitu sesuatu yang dikonseptulisasikan dengan data panca indera. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif.
            b. Memiliki metode,  yaitu heuristik (menemukan jejak), kritik, dan interpretasi
c. Memiliki teori  (renungan pengetahuan)
d. Memiliki generalisasi - generalisasi konseptual, tematik, spatial, periodik (kronologis), sosial, kausal (apa dan bagaimana), kultural (budaya), sistematik, struktural.
C. Aksiologi dalam Sejarah
            Dari berbagai literatur, maka kegunaan sejarah sebagai ilmu dapat disimpulkan sebagai berikut :
       a. Menurut Wang Gungwu, kegunaan sejarah adalah : 1) untuk kelestraian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu guna kelangsungan hidup. 2) Sejarah berguna sebagai pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh dimasa lalu, sehingga menjadi azas dan manfaat secara khusus demi kelangsungan hidup itu. 3); Sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai makna hidup dan mati.[8]
b. Menurut Nugroho Notosusanto kegunaan sejarah adalah guna rekreatif, guna inspiratif, guna intruktif, dan guna edukatif.[9]
c. Menurut C.P. Hill meyatakan tentang kegunaan sejarah antara lain 1) secara unik dapat memuaskan rasa ingin tahu tentang orang lain, 2) dapat membandingkan kehidupan zaman sekarang dengan masa lampau 3) dapat diwariskan kebudayaan masa lalu 4) dapat membantu mengembangkan cinta tanah air dikalangan para siswa[10]
            Selain ilmu sejarah memiliki kegunaan, ilmu sejarah juga memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat instritik yaitu 1) sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lalu, pernyataan pendapat, sebagai profesi)
b. Manfaat ekstrinsik yaitu : 1) Sejarah sebagai latarbelakang 2) Sejarah sebagai rujukan. 3) Sejarah sebagai pendidikan moral. Dalam pelaku sejarah terdapat  sikap sebagai tuntunan moral seperti baik-buruk, benar-salah, merdeka-dijajah, pahlawan-pengkhianat, cinta-benci, beradab-biadab,4) Sejarah sebagai pendidikan penalaran, yaitu tentang proses berpikir secara plurikausal, bahwa penyebab suatu peristiwa karena banyak hal.
c.    Manfaat sejarah untuk perencanaan dan/atau penilaian yaitu perbandingan sejarah, unntuk megetahui hal-hal pembangunan- pembangunan, paralelisme (ekonomi, sosiologi, antropologi) serta evolusi sejarah.     
D. Peran Bahasa kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Bahasa merupakan serangkaian bunyi, serta lambang di mana rangakaian bunyi ini membentuk arti  tertentu. Dengan lambang-lambang manusia dapat berpikir dan berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu secara benar.
            Perkembangan bahasa dalam kaitan filsafat analitik menggunakan logico-linguistic maka bahasa bukan saja sebagai sarana berpikir dan berfilsafat melainkan sebagai bahan dasar dari hasil akhir filsafat.
E. Peran Matematika kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan yang bersifat artificial, yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Fungsi matematika sebagai bahasa juga sebagai alat berpikir deduktif artinya  proses pengambilan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
                                                                                                                                     
Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Cet II, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999
Ankersemit, FR,  Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah,              Jakarta,   Gramedia 1987
Coolingwood. R.G.. The Idea of History, New York : Oxpord Univesity Perss , 1956
Hill, C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah Djakarta : Perpustakaan Perguruan
            Kementrian PP dan K, 1956
Notosusanto, Nugroho.  Sejarah Indonesia I, Jakarta , Depdikbud, 1979
Rapar, JH. Pengantar Filsafat, Jakarta Kanisius, 1996
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar                
            Harapan, 2009
           


[1] Gottschalk, Louis ; Understanding History : Primer Historical Method (terjemahan), (Jakarta, Universitas
   Indonesia 1983) , hlm. 27
[2] Coolingwood RG, The Idea of History , ( New York : Oxpord Univesity Perss 1956) hlm 3 -5
[3] JH Rapar, JH, Pengantar Filsafat, (Jakarta, Kanisius, 1996) hlm. 37  
[4]  ibid hal. 37                                                                                                                                                                                
[5] Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009) hlm
   97
[6]Ankersemit, FR. Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah, (Jakarta, Gramedia , 1984) hlm. 121-122
[7] Rapar , JH. 1996, Pengantar Filsafat,( Jakarta , Kanisius, 1996) hlm. 84
[8]  Abdurahman, Dudung , Metode Penelitian Sejarah, Cet II ( Jakarta; Logos Wacana Ilmu,1999) hlm. 4.
[9] Notosusanto, Nugroho  Sejarah Nasional Indonesia Jakarta :Depdibud 1992)hlm. 10
[10] Hil C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah (Djakarta : Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan K  
    1956) hlm. 120-122.

Haiku 02


pelayaranku
terapung detak ombak
jadi colombus

 bertaring hiu
arung didih gelombang
jiwa nelayan

 tanah membasah
dipangkuan gerimis
kemarau pulang

alunan fajar
ibu penjual sayur
bakul kerontang


denok cengkrong
dua nama kerbauku
kenangan ibu


musim meliuk
angin menari striptis
di punggung musim.

Haiku 01


jangkar berkarat
ikan-ikan berpaling
kisah nelayan

sisa cahaya
gemerincing gerimis
pucat semesta
  
tanah pohaci
traktor menderu riang
lingkaran musim

tanah pohaci
tumbuh ilalang beton
mendusel mimpi

layar bahtera
menerka silir angin
nafas pesisir

paragraf ombak
di pesisir utara
melaut sunyi


Karawang, Maret 2017


Sabtu, 20 September 2014

Perkembangan Agama Kristen di Indonesia



Perkembangan Agama Kristen di Indonesia

Proses masuknya agama kristen ke Indonseia terjadi dalam dua gelombang, yaitu :
Pertama, masuk sejak zaman kuno. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topograhica Christina, diceriterakan pada abad ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, dan Sri Langka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur yang menghubungkan India-Aceh-Barus-Nias melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitahukan bahwa agama Kristen mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga di dekat Barus terdapat desa tua yang dinamakan Desa Janji Mariah.
Dari uraian tersebut maka dapat dijelskan bahawa agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di Semenanjung Malaya dan juga pantai barat di Sumatera. Penganut agama kristen hidup dikota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian juga membuat pemukiman di daerah itu.
Kedua, dengan datangnya bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke 16.Kedatangan bangsa semakin mempercepat penyebaran agama Kristen ke Indonesia. Telah diterangakan bahwa pada abad ke 16 telah terjadi penjelajahan samudera untuk menemukan dunia baru oleh karena itu zaman ini sering disebut The Age of Discovery dengan semboyan gold, glory, gospel telah memotivasi dan semboyan itu maka penyebaran agama Kristen oleh orang Portugis tidak terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan ekploitasi ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah. Pada tahun 1512 pertama kali bangsa Portugis mendarat di Hitu (Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu perdagangan di Pulau Igis ramai. Melalui perdagangan itu pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian bangsa Portugis datang untuk menyebarkan agama Katolik dibeberapa daerah di Kepulauan Maluku. Para penyebar agama Katolik di awali oleh para pastor (padre berarti imam dalam bahasa Portugis). Pastor yang terkenal adalah Pastor Franciscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit dan Metteo Ricci. Ia aktif mengunjungi desa-desa sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara, dan Morotai. Franciscus Xaverius dan Motteo Ricci juga dikenal sebagai penyebar Katolik di India, Cina dan Jepang. Usaha penyebaran Katolik dilanjutkan oleh pastor lain. Kemudian di Nusa tenggara Timur seperti Flores, Solor, dan Timor agama Katolik berkembang tidak terputus sampai sekarang.
Berikutnya agama Kristen berkambang di Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zending aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran ini lebih intensif saat Raffles berkuasa. Katolik dan Kristen berkembang di Indonesia Timur. Beberapa penyebar agama Kristen terkenal dari negeri Belanda seperti Dr. Nomensen, Sbastian Danchaerts dan Heurnius yang berjasa di daerah Tapanuli, Ambon, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan pulau lainnya.
Agama Katolik berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah pada abad ke-16 yang dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yang dikatakan sebagai tahun masuknya Katolik di Sulawesi Utara. Tercatat pada waktu itu telah tercatat dan raja menyatakan masuk agama Katolik. Misalnya Raja Babotehu bersama1.500 rakyatnya telah di babtis oleh Magelhaens.