Sabtu, 20 September 2014

Perkembangan Agama Kristen di Indonesia



Perkembangan Agama Kristen di Indonesia

Proses masuknya agama kristen ke Indonseia terjadi dalam dua gelombang, yaitu :
Pertama, masuk sejak zaman kuno. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topograhica Christina, diceriterakan pada abad ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, dan Sri Langka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur yang menghubungkan India-Aceh-Barus-Nias melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitahukan bahwa agama Kristen mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga di dekat Barus terdapat desa tua yang dinamakan Desa Janji Mariah.
Dari uraian tersebut maka dapat dijelskan bahawa agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di Semenanjung Malaya dan juga pantai barat di Sumatera. Penganut agama kristen hidup dikota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian juga membuat pemukiman di daerah itu.
Kedua, dengan datangnya bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke 16.Kedatangan bangsa semakin mempercepat penyebaran agama Kristen ke Indonesia. Telah diterangakan bahwa pada abad ke 16 telah terjadi penjelajahan samudera untuk menemukan dunia baru oleh karena itu zaman ini sering disebut The Age of Discovery dengan semboyan gold, glory, gospel telah memotivasi dan semboyan itu maka penyebaran agama Kristen oleh orang Portugis tidak terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan ekploitasi ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah. Pada tahun 1512 pertama kali bangsa Portugis mendarat di Hitu (Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu perdagangan di Pulau Igis ramai. Melalui perdagangan itu pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian bangsa Portugis datang untuk menyebarkan agama Katolik dibeberapa daerah di Kepulauan Maluku. Para penyebar agama Katolik di awali oleh para pastor (padre berarti imam dalam bahasa Portugis). Pastor yang terkenal adalah Pastor Franciscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit dan Metteo Ricci. Ia aktif mengunjungi desa-desa sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara, dan Morotai. Franciscus Xaverius dan Motteo Ricci juga dikenal sebagai penyebar Katolik di India, Cina dan Jepang. Usaha penyebaran Katolik dilanjutkan oleh pastor lain. Kemudian di Nusa tenggara Timur seperti Flores, Solor, dan Timor agama Katolik berkembang tidak terputus sampai sekarang.
Berikutnya agama Kristen berkambang di Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zending aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran ini lebih intensif saat Raffles berkuasa. Katolik dan Kristen berkembang di Indonesia Timur. Beberapa penyebar agama Kristen terkenal dari negeri Belanda seperti Dr. Nomensen, Sbastian Danchaerts dan Heurnius yang berjasa di daerah Tapanuli, Ambon, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan pulau lainnya.
Agama Katolik berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah pada abad ke-16 yang dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yang dikatakan sebagai tahun masuknya Katolik di Sulawesi Utara. Tercatat pada waktu itu telah tercatat dan raja menyatakan masuk agama Katolik. Misalnya Raja Babotehu bersama1.500 rakyatnya telah di babtis oleh Magelhaens.





Perang Tondano I dan Tondano II



a.    Perang Tondano I
Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang-orang Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya Franciscus Xaverius. Ubngan mengalami perkembangan tatapi pada abad ke-17 hubungan dagang mereka terganggu dengan munculnya VOC. Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas berdagang mulai tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan Indonesia menuju Filipina.
VOC berusaha memaksakan orang-orang Minahasa untuk monopoli berusaha di Sulawesi Utara. Orang Minahasa kemudian menentang usaha tersebut maka VOC berupaya untuk memerangi orang minahasa dengan membendung Sungai Temberan. Akibatnya tempat tinggal tergenang dan kemudian tempat tinggal di danau Tondano dengan rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung orang Minahasa di Danau Tondano. Simon Cos mengeluarkan ultimatum yang berisi 1) orang Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC 2) orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 nbudak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi. Simon Cos kecewa karena ultimatum tidak diindahkan .Pasukan VOC kemudian dipindahkan ke Manado. Setelah itu rakayat Tondano menghadapi masalah dengan hasil panen yang menumpuk tidak laku terjual kepada VOC. Dengan terpaksa kemudian mereka mendekaati VOC, maka terbukalah tanah Tondano bagi VOC. Berakhirlah perang Tondano I. Orang Tondano memindahkan perkampungannya kedataran baru yang bernama Minawanua (ibu negeri)

b.    Perang Tondano II
Perang Tondano II terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19, yakni pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan  Gubernur Jenderal Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di kirim ke jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program Deandels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian para ukung bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.

Dalam suasana Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano, Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan dan membentuk dua pasukan tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil menyerang orang-orang Minahasa. Tanggal 24 Oktober 1808 Belanda menguasai Tondano dan mengendorkan serangan tetapi kemudian orang-orang Tondano muncul dengan melakukan serangan.

Perang Tondano Ii berlasung lama sampai Agusttus 1809.  dalam suasana kepenatan banyak kelompok pejuang kemudian memihak Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuanga Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya tanggal 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan Moraya hancur bersama para pejuang. Mereka memilih mati daripada menyerah.