Senin, 24 Januari 2011

MAKNA MONUMEN RAWA GEDE DALAM PERSPEKTIF SEJARAH

  Tajudin Noor*

Sejarah adalah ceritera tentang masa lalu. Inti cerita adalah nasib dari kesatuan sosial atau golongan manusia. Cerita mengisahkan laku perbuatan dari tokohnya.[1] Dalam hal ini sejarah mencatat bahwa penjajahan di atas bumi Indonesia banyak memperoleh perlawanan dari rakyat, baik dalam bentuk protes sosial , perang secara gerilya maupun gerakan bawah tanah. Bukti-bukti perlawanan terhadap penjajah sudah banyak direkam dalam penulisan sejarah. Selain itu ada pula peristiwa sejarah dikenang dengan cara membangun monumen, yakni merupakan simbol yang mengandung makna bahwa di suatu tempat tersebut pernah terjadi sutau peristiwa yang sangat penting sehingga patut dikenang tidak masa kini akan tetapi bagi generasi masa yang akan datang.
Dalam kaitan ini maka cerita sejarah yang tersurat akan mempunyai sifat fungsional selain meilki makna documenter juga memiliki makna ekspressif yang menunjukkan dari kesadaran kolektif manusia. [2] Dari cerita tentang masa lalu itu memiliki kegunaan sejarah yang sangat berkaitan dengan nilai-nilai pewarisan sejarah. Dalam kaitan ini Ismaun menyatakan bahwa salah satu nilai luhur sejarah adalah pengalaman kolektif yang berharga bagi kemanusiaan. Pada ranah kognitif , generasi sekarang diharapkan mampu memahami tentang peristiwa serta menarik pelajaran masa lampau. Pada ranah afektif dapat mengambil teladan dari tokoh-tokoh sejarah.
      Salah satu monumen yang penting sebagai bukti sejarah yang ada di kota Karawang adalah Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga Rawagede atau lebih dikenal dengan nama Monumen Rawagede.
      Dari peristiwa bersejarah di Rawagede memberikan dorongan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang untuk membuat monumen yang selesai di bangun pada tanggal 10 November 1952 yang dikukuhkan dengan nama Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga.[3] 
Monumen Rawagede terdiri dari beberapa unsur yang syarat dengan makna tertentu yakni :
1. Plaza, sebagai tempat upacara dan penghantar menuju titik utama monument serta sebagai penghubung yang melambangkan jembatan emas perjuangan Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
2. Tangga, terdiri dari 17 (tujuh belas ) anak tangga yang melambangkan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
3. Piramida, dengan jumlah 4 dengan tinggi 5 (lima) meter, yang melambang 45 (empat lima) tahun lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
4. Relief, terdapat pada bagian belakang monumen menggambarkan semangat perjuangan rakyat Karawang khususnya daerah Rawagede pada saat mempertaruhkan jiwa dan raga demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.[4]
      Peristiwa Rawagede merupakan bukti sejarah yang diharapkan memberikan aspirasi bagi perilaku kita yaitu berpartisipasi dalam menyumbangkan harta, tenaga dan pikiran serta nyawa sekalipun demi mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan paparan di atas kiranya kita dapat menarik benang merah yaitu pentingnya pewarisan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam proses pewarisan nilai sejarah yang berorentasi pada masa lampau akan tetapi pada cita-cita masa yang akan datang. Dengan kenyataan itu , maka Monumen Rawagede dalam proses pembelajaran merupakan media pendidikan dalam memahami sejarahnya. Lebih khusus pada masayarakat Karawang selain berdaya guna edukatif, inspiratif, instuitif juga berguna sebagai sarana rekreatif.
Francis Bacon menyatakan bahwa histories make man wise atau sejarah membuat orang bijaksana”. Karena itulah tidak mengherankan orang sering kali menganjurkan bahwa “Belajarlah dari sejarah!” atau “Historia Magistra Vitae (sejarah adalah guru kehidupan). Semoga.
*) Tajudin Noor, S.Pd , Pemerhati Sejarah. Tergabung dalam Komunitas Dukung Rawagede sebagai Monumen Nasional.


[1]  Sidi Gazalba 1981 , Pengatar sejarah sebagai Ilmu, Jakarta hal 143.
[2] Kartodirdjo, 1987 beberapa Masalah teori dan Masalah Sedjarah Indonesia, hal 205
[3] K. Sukarman HD, 1996 Mengenang Perjuangan Rakyat Jawa Barat : Riwayat Singkat Taman  Makam Pahlawan Rawagede hal. 15
[4] Ibid hal 20

Sabtu, 22 Januari 2011

Materi 8 : Kerajaan Islam (Banten dan Cirebon)

1.             Kerajaan Banten
Kerajaan Banten didirikan oleh Hasnaudin (putra Fatahillaah) dan mencapai puncak kejayaan pada masaSultan Ageng tirtayasaa.
Secara geografis Kerajaan Banten menguasai jalur perdagangan dan pelayaran yang melalui selat Sunda yang merupkan saingan berat VOC. Berkembangnya Kerajaan Banten tidak lepas dari pearanan raja-raja banten, yaitu :
a.       Sultan Hasanudin (1552-1570 M) merupakan peletak dasar pemerintahan. Kerajaan berkembang pesat serta memperluas keuasaannya ke Lampung. Pada masa pemerintahannya banyak di kunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, dan Keling. Beliau wafat tahun 1570 Masehi.
b.      Panembahan Yusuf (1570-1580), putra raja Hasanudin yang berperan memajukan bidang pertanian dan pengairan. Kemudian berusaha menguasai Pakuan tahun1579 Masehi.
c.       Maulana Muhammad, berusaha menyerang  Kerajaan Pelembang namun tidak dikuasai dan tewas dalam pertempuran.
d.      Abu Mufakir, dibantu wali kerajaan bernama Jayanegara sangat dipengaruhi oleh pengasuh bernama wali emban Rangkung. Tahun 1596 untuk pertama kalinya Belanda memasuki banten dibawah Cornellis de Houtman.
e.      Sultan Ageng Tirtayasa, setelah wafat Abu Mufakir digantikan putranya yang bergelar Sultan Abu’Maali Ahmad Rahmatullah. Namun tentang pemerintahannya tidak jelas. Kemudian digantikan putranya bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa , kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memperluas kekuasaannya dan mengusir Belanda di Batavia. Tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya dengan gelar Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji). Sultan Haji menjalin hubungan dengan Belanda, melihat situasi ini Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahtanya. Akan tetapi Sultan Haji tetap mempertahankan kekuasaanya. Maka terjadilah perang saudara Sultan Haji yang dibantu Belanda berhasil menangkap Sultan Ageng Tirtayasa dan dipenjarakan di Batavia hingga hingga wafat tahun 1692 Masehi.
 
2.             Kerajaan Cirebon
Pada masa kekuasaan Kerajaan Pajajaran sekitar abad ke-16 Masehi. Cirebon merupakan daerah         kekuasaanya. Selanjutnya Cirebon berada dibawah kekuasaan Demak. Peendiri kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati.
Menurut Cerita Banten, Sunan Gunung Jati adalah Faletehan yang berkeinginan untuk menyebarkan Islam di kota-kota penting Pajajaran. Akan tetapi antara sumber Cirebon anatara Fatahillah atau Faletehan adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Faletehan adalah menantu Sunan Gung Jati  yang menikahi Nyai Ratu Ayu. Faletahan kemudian menjadi raja Cirebon berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Isalam di Jawa Barat.

Jumat, 21 Januari 2011

Materi 7 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1(Faktor penyebab Islam mudah menyebar di Indonesia dan Pola Persebaran Agama Islam di Indonesia)

Faktor penyebab Islam mudah di terima
1. Syarat masuk Islam sangat mudah
2. Islam bersifat terbuka
3. Sistem peribadatan sangat sederhana
4. Islam tidak mengenal sistem kasta
5. Islam mengakomodasi tradisi dan adat istiadat masyarakat setempat.
6. Keadaan politik kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu Buddha tengah mengalami kemunduran seperti Sriwijaya, dan Majapahit
Pola Persebaran agama Islam
1.    Pola Samudera Pasai
     Pola Samudera Pasai , melalui perubahan dari negara segmenter ke negara terpusat. Kerajaan tersebut menghadapi golongan-golongan di daerah pedalaman yang harus diislamkan dan terjadi pertentangan politik serta pertikaian keluarga. Namun akhirnya kerajaan Samudera Pasai dapat menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan penyiaran agama yang dilanjutkan oleh kerajaan Aceh.
 
2.    Pola Sulawesi Selatan
Islamisasi melalui konversi pusat kekuasaan (istana/keraton). Islam tidak membuat sebuah desa menjadi suatu bentuk orgsanisasi kekuasaan, melainkan konversi agama yang dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah ada terlebih dahulu. Pola ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan, Maluku dan Banjarmasin.
3.    Pola Jawa
      Pola kekuasaan Majapahit dapat digantikan oleh Demak sebagai pemegang kekuasaan politik, sehingga menjadi jembatan penyebarangan dari budaya Hindu-Buddha menjadi Islam.
1. Syarat masuk Islam sangat mudah
2. Islam bersifat terbuka
3. Sistem peribadatan sangat sederhana
4. Islam tidak mengenal sistem kasta
5. Islam mengakomodasi tradisi dan adat istiadat masyarakat setempat.
6. Keadaan politik kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu Buddha tengah mengalami kemunduran seperti Sriwijaya, dan Majapahit
Pola Persebaran agama Islam
1.    Pola Samudera Pasai
     Pola Samudera Pasai , melalui perubahan dari negara segmenter ke negara terpusat. Kerajaan tersebut menghadapi golongan-golongan di daerah pedalaman yang harus diislamkan dan terjadi pertentangan politik serta pertikaian keluarga. Namun akhirnya kerajaan Samudera Pasai dapat menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan penyiaran agama yang dilanjutkan oleh kerajaan Aceh.
 
2.    Pola Sulawesi Selatan
Islamisasi melalui konversi pusat kekuasaan (istana/keraton). Islam tidak membuat sebuah desa menjadi suatu bentuk orgsanisasi kekuasaan, melainkan konversi agama yang dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah ada terlebih dahulu. Pola ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan, Maluku dan Banjarmasin.
3.    Pola Jawa
      Pola kekuasaan Majapahit dapat digantikan oleh Demak sebagai pemegang kekuasaan politik, sehingga menjadi jembatan penyebarangan dari budaya Hindu-Buddha menjadi Islam.

Materi 6 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1(Bukti-bukti Masuknya Islam ke Indonesia Jalur Penyiaran Agama Islam di Indonesia )


 Jalur Penyiaran Agama Islam di Indonesia
1. Penemuan batu bersurat di daerah Leran (dekat Gresik) menggunakan bahasa dan huruf Arab, yang memuat tentang meninggalnya perempuan yang bernama Fatimah binti Ma’mun (1092).
2. Makam Sultan Malikul Shaleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 Hijriah atau 1297 Masehi.
3. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makamnya didatangkan dari Gujarat
   Berdasarkan asal daerah dan waktunya, penyebaran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah dibedakan menjadi tiga gelombang :
   1. Jalur Utara; dari daerah Mesopotamia (terkenal dengan Persia) Islam menyebar ke timur melalui jalan darat ke Afganistan, Pakistan, dan Gujarat kemudian menuju laut ke Indonesia. Dari jalur ini Islam memperoleh unsur baru yaitu ajaran tasawuf, tatacara makam yang dibuat besar dan sangat dihormati serta adanya unsur Hindu seperti di Pakistan sekarang
2. Jalur Tengah; dari Lembah Yordania dan di bagian Timur Semenanjung Arabia, khususnya Hadramut yang menghadap langsung ke Indonesia. Penyebaran Islam dari daerah ini lebih murni, diantaranya aliran Wahabi (nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiarannya, dan pengaruhnya di Sumatera Barat.
3. Jalur Selatan; yang berpangkal di Mesir dan kota Kairo merupakan daerah pusat penyiaran agama Islam secara modern. Indonesia terpengaruh melalui organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyyah.
                         Agama dan kebudayaan Islam disebarkan melalui beberapa saluran antara lain ; 
                      1. Saluran Perdagagangan
                           a. Van Leur mengatakan perdagangan sepanjang pantai bagaikan benang emas yang sangat halus 
                                di sepanjang pantai
                           b. Wolters menyatakan bahwa Indonesia merupakan tempat yang strategis sebagai tempat     
                                 persinggahan dari bangsa-bangsa sebelah barat seperti Arab, Persia dan India yang   
                                 hendak    menuju timur yaitu ke Indonesia, Cina, dan Jepang.
                           c.  Snouck Hourgoronje, menyatakan bahwa adanya peranan para ustadz dan sultan untuk 
                               memperkenalkan Islam di Indonesia.
                       2. Saluran Perkawinan
a. 
 P                        a. perkawinan antara Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila.
                           b. Perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang kemudian berputra Raden Patah  
                                yang kelak menjadi raja pertama di Demak.
                           c. Babad Cirebon menceritakan adanya perkawinan antara putri Kawunganten dengan Sunan Giri 
                         d.   Babad Tuban menceritakan adanya perkawinan antara Raden Ayu Teja dengan Syech 
                               Ngabdurahman 

                       3. Saluran Politik
Pengaruh kekuasaan raja sangat berpengaruh besar dalam proses Islamisasi. Ketika raja menganut Islam maka rakyat akan mengikuti jejak rajanya karena rakyat memiliki kepatuhan terhadap raja. Setelah tersosialisasinya agama Islam , maka kepentingan politiknya dilakukan untuk memperluas kekuasaanyanya. Contoh Sultan Demak mengirim pasukan dibawah Fatahillah untuk menduduki Jawa Barat dan memerintahkan untuk memeluk agam Islam
                   4. Saluran Pendidikan
Pesantren didirikan dengan tujuan untuk lebih mudah dalam penyebaran Islam. Diantaranya pesantren yang didirikan oleh Raden Rakmat di Ampel Denta, pesantren Sunan Giri di Giri. Pesantren bahkan memiliki peranan penting bagi para santri dalam menimba ilmu agama dan ilmu umum yang kemudian melahirkan golongan intelektual yang berkembang luas dalam jaringan intelektual.

                 5. Saluran Kesenian
    Saluran kesenian melalui seni pertunjukkan gamelan seperti di Yogyakarta, Solo, Cirebon. Dismping seni gamelan juga seni wayang seperti dilakukan oleh Sunan Kalijaga kemudian seni sastra, seni kaligrafi.
6. Saluran Tasawauf
Penyebaran agama Islam dilakukan sesuai dengan kondisi alam pikiran, dan budaya pada saat itu, sehingga ajaran Islam dengan mudah dapat diterima. Ahli tasawuf pada masa itu antara lain ; Hamzah Fansuri di Aceh, Sunan Panggung dan Syekh Siti Jenar di Jawa.

Materi 5 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1(Tempat Asal para Pembawa Islam di Indonesia)


1. Marcopolo (1292), dalam perjalanan pulang dari negeri Cina kemudian mengunjungi Pulau Sumatera. Pelabuhan yang pertama dikunjungi adalah Ferlec (disamakan dengan Peureulak). Menurut Marcopolo Peureulak banyak dikunjungi oleh pedagang muslim.
2. Muhamad Ghor, merupakan tokoh penyebar Islam dari Gujarat. Para pedagang memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia.
3.  Snouck Hurgronje, berpendapat bahwa pembawa Islam berasal dari Gujarat abad ke-13, diperkuat oleh J.P Mouquette yang melihat kesamaan batu nisan Malik Al-Shaleh dengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat.
4. Ibn Batuta, menemukan adanya Sultan yang mengikuti upacara Syafei serta menemukan makam Islam di kota Samudera yang berangka tahun 1421.
5. Diego Lopez de Sequera, tahun 1509 mengunjungi Pasai yang merupakan pusat budaya dan ajaran Islam kemudian berkembang ke berbagai daerah di Indonesia.
6. Pijnappel, berpendapat bahwa pembawa Islam berasal dari Gujarat dan Malabar,     dengan alasan bahwa orang Arab yang bermahzab Syafei berimigrasi dan menetap kesuatu daerah yaitu Gujarat. Batu nisan Malik Al-Shaleh lebih mirip dengan batu nisan yang ada di Gujarat.
7.  Fattini, berpendapat bahwa batu nisan Malik Al-Shaleh yang berbeda dengan batu batu nisan yang ada di Gujarat. Batu nisan Malik Al-Shaleh lebih mirip dengan batu nisan yang ada di Benggala. Dengan demikian asal para penyebar Islam dari Indonesia adalah dari Benggala yang kini dikenal dengan sebutan Bangladesh.
8.  Morisson dan Arnold mengatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia dibawa oleh orang-orang Coromandel dan Malabar
9.   Crawford dan Hamka berpendapat bahwa Islam berasal langsung dari Mekkah.
10. Husein Djajadingrat berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari  Persia, yang menitikberatkan pada tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia.
11. Sir Richard Winsted, menyatakan bahwa Parameswara (raja Malaka) telah memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Iskandar Syah. Hal ini dilakukan karena Malaka memiliki posisi strategis bagi perdagangan dan pelayaran.

Materi 4 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1(Pendapat para ahli tentang proses awal penyebaran Islam di kepulauan Indonesia:

Pendapat para ahli tentang proses awal penyebaran Islam di kepulauan Indonesia: 

Menurut Ahmad Mansur Soeryanegara, hipotesis tentang masuknya Islam ke Indonesia dengan tiga hipotesis :
1.  Hipotesis Gujarat (abad ke-13)
        Hipotesis Gujarat yaitu diperkuat dengan terjadinya hubungan dagang Indonesia dengan India yaitu Indonesia- Cambay-Timur-Tengah-Eropa, adanya batu nisan Sultan Malik Al-Saleh tahun 1297 yang bercorak Cambay-Gujarat. Teori ini didukung oleh Snouck Hourgoronye, WF Stuterheim, Bernard HM Vlekte serta sumber dari Marcopolo yang pernah singgah di Peurlak tahun 1292 M.
2.   Hipotesis Mekkah
        Hipostesis Mekkah merupakan sanggahan dari Hipotesis Gujarat dengan dasar yaitu adanya berita Cina dari Dinasti Tang  yang menyebutkan tahun 647 M di Sumatera telah ada perkampungan Arab. Menurut berita Ibnu Hordadzbeth (844-848 M), pedagang Sulaiman (902 M), Ibnu Rosteh (903 M), Abu Yazid (916 M), dan ahli geografi Mas’udi (955 M). Kerajaan Samudera Pasai berada dibawah kekuasaan Raja Zabag yang kaya dan menguasai jalur perdagangan  dengan kerajaan Oman.
                                Kerajaan Samudera Pasai menganut paham Syafei terbesar pada waktu Mesir dan Mekkah sedangkan India/Gujarat bermahzab Hanafi. Gelar raja Samudera Pasai adalah al-Malik merupakan gelar yang berasal dari Mesir. Teori ini didukung Hamka, Van Leur, TW Arnold menyatakan bahwa abad ke-13 telah ada kekuasaan politik Islam masuk jauh sebelumnya yaitu abad ke-13.
3.  Hipotesis Persia
       Tokoh sejarawan kita berpendapat , Husein Djajadingrat berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari  Persia abad ke 13, yang menitikberatkan pada tradisi yang berkembang antara masyarakat persia dan Indonesia seperti peringatan 10 Muharam, kata bang, abdas dan masigit   adalah kata yang ada dalam bahasa Persia. dengan harakat, yaitu jabbar (a), jeer (i), pe es (u), padahal bahasa Arabnya fathah (a), kasrah (i), dhomah (u).
                      Daerah Sumatera dengan  adanya upacara Taku/Tabuik, di Jawa adanya upacara Bubur Suro, adanya ajaran Syekh Siti Jenar, dan ajaran al Halajj di Iran.

Materi 3 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1 ( Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaaqn Hindu Buddha di Indonesia)

Beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Hindu Buddha di Indonesia, yaitu :
a. Tidak adanya pembentukan pimpinan yang baru (kaderisasi), seperti yang terajdi pada masa Kerajaan Majapahit. Gajah Mada sebagai Patih Amangkubhumi memegang segala jabatan yang penting, ia tidak memberi kesempatan kepada generasi penerus untuk tampil, sehingga setelah meninggal Gajah Mada tidak ada penggantinya yang cakap dan berpengalaman.
b. Kelemahan pemerintahan pusat sebagai akibat berlangsungnya perang saudara seperti Perang Paregreg yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan seperti Bre Wirabhumi dengan Wikrama Wardhana.
c. Terdesaknya kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan kuat. Contohnya kerajaan Majapahit diserang kerajaan Demak.
d. Berlangsungnya perang saudara seperti Perang Paregreg  yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan seperti Bre Wirabumi dengan Wikrama Wardhana.
e.   Banyaknya daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintahan pusat dan kerajaan-kerajaan bawahanya membuat kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat
f.   Kemunduran ekonomi dan perdagangan.
  g.  Masyarakat mulai tertarik dengan agama  Islam yang disebarkan dari Malaka, Gresik dan Tuban.

Materi 2 : Sejarah Kelas XI IPA Semester 1 ( Kerajaan Hindu Buddha (Galuh dan Pajajaran) ke Indonesia)


Dalam kegiatan 2 ini akan dibahas mengenai lahirnya kerajaan Hindu Buddha yang ada di Jawa Barat yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Berdirinya kerajaan-kerajaan ini merupakan suatu perubahan yang penting dengan masuknya pengaruh tradisi Hindu Budha, khususnya Jawa Barat. Kapan  kerajaan-kerajaan tersebut berdiri? Bagaimana perkembangan Kerajaan-kerajaan Hindu Buddha?
1.  Kerajaan Galuh
                      Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di Pulau Jawa yang wilayahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Cipamali di ebelah timur. Kerajaan ini merupakan penerrus dari Kerajaan Kendan bawahan Tarumanegara.
Kata “Galuh” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti sejenis batu permata. Kata “galuh” juga digunakan sebagai sebutan bagi ratu yang menikah (“raja puteri). Kerajaan Galuh merupakan penyatuan dari dua kerajaan yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanegara. Menurut sumber sejarah, ibukota kerajaan Sunda berada di daerah Bogor, sedangkan kerajaan Galuh berada di daerah Ciamis, tepatnya di Kawali.
      a. Sumber sejarah :
1. Prasati Mandiwunga
2. Prasasti Cikajang
3. Prasasti Galuh, berbahasa Sunda Kuno. Prasasti ini diperkirakan dibuat abad 14-15 Masehi. Isinya sangat ringkas dan merupkan candrasangkala yaitu [wa]ra buta Mahisa hire.
4. Kisah perjalanan Prabu Jaya Pakuan (Bujangga Manik) dengan melukiskan : sadatang ka tungtung sunda , mentasing di Cipamali, datang ka alas Jawa (ketika ku mencapai perbatasan Sunda, aku menyebrangi sungai Cipamali (kali Brebes), dan masuklah aku hutan Jawa)
5. Carita Parahyangan yang ditulis pada tahun 1518 Masehi, Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja selama lima belas tahun (597-612) yang kemudian menjadi pertapa di Layungwatang, kemudian  kekuasaan diteruskan kepada putranya Wretikandayun yang dinobatkan pada tangggal 14 suklapksa bulan Caitra tahun 134 Saka (kira-kira 23 Maret 612 Masehi).
Gambar 3 : Candi Cangkuang
b. Raja-raja Galuh sampai Prabu Gajah Kulon, yang berjumlah 13 nama raja
No
Nama Raja
Masa Pemerintahan
Keterangan
1
Wretikandayun
670-702

2
Rahyang Mandiminyak
702-709

3
Rahyang Bratasenawa
709-716

4
Rahyang  Purbasora
716-723
Sepupu o.3
5
Sanjaya Harisdarma
723-724
Anak no. 3
6
Adi Mulya Premanadikusuma
724-725
Cucu no. 4
7
Tamperan Barmawijaya
725-739
Anak no. 5
8
Manarah
739-783
Anak no. 6
9
Guruminda Sang Minisri
783-799
Menantu No. 8
10
Prabu Kertayasa Dewasaleswara Sang Tri Wulan
799-806

11
Sang Walengan
806-813

12
Prabu Linggabumi
813-852

13
Parbu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus
819-891


2. Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribu kota Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Kerajaan ini sering disebut juga dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibu kotanya Pakuan Pajajaran.
Sejarah Kerajaan Pajajaran tidak lepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya yaitu Kerajaan Tarumanegara.
a.       Sumber Sejarah
1.       Prasasti Batu Tulis, yang berisi tentang penobatan raja Sri baduga, ketika menerima Galuh dari ayahnya Prabu Dewa Niskala yang kemudian beregelar Prabu Guru Dewapranata. Kedua ia menerima tahta kersajaan dari mertuanya Susuktunggal., dengan gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji.
2.       Prasasti Sang Hyang Tapak, Sukabumi
3.       Prasasti Kawali, Ciamis
4.       Tugu Perjanjian Portugis
b.      Raja-raja Pajajaran
1.       Sri Baduga Maharaja (1482-1521), atau Ratu Dewata memerintah selama 39 tahun. Sri baduga  lebih dikenal sebagai Prabu Siliwangi, yang tercantum dalam kropak 630 sebagai lakon pantun.
2.       Surawisesa (1521-1535), putranya Sunda dari Mayang Sunda dan cucu dari Susuk tunggal. Dalam Carita Parahyangan ia memerintah selama 14 tahun dan malakukan 15 kali pertempuran.
3.       Ratu Dewata (1535 - 1543), ia dikenal sebagai panglima perang yang perkasa dan pemberani, membangun tega Maharena Wijaya.
4.       Ratu Sakti (1543-1551), ia bersikap keras dan lalim.
5.       Raga Mulya (1567-1579), merupakan raja terakhir Kerajaan Pajajaran. Dalam naskah sebagai Prabu Suryakencana, sedangkan dalam Carita Parahyangan dikenal Nusya Mulya. Dalam Kitab Pustaka Nusantara III/I, dan Kretabumi I/2 tentang lenyapnya Kerajaan Pajajaran pada tanggal 11 bagian terang bulan Waseka tahun 1501 Saka.