Sabtu, 17 Februari 2018

Tugas Filsafat Ilmu


ILMU SEJARAH DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
(Suatu Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis)
Oleh : Tajudin Noor
No. Reg : 76100631

(Diajukan dalam rangka Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil Tahun 2010-2011)
(Mata Kuliah Filsafat Ilmu PPs UNJ)
(Dosen DR. Suwirman Nuryadin, M.Pd)
 
A. Ontologi dalam Ilmu Sejarah
            Sejarah berasal dari Bahasa Arab yaitu syajarah yang berarti pohon atau syajara yang berarti terjadi. Kedua lafal ini sebagai sejarah dalam Bahasa Indonesia dapat berarti silsilah, asal usul, riwayat. Dalam bahasa Inggris, yaitu history, yang berasal dari historia, Belanda ialah geschiedennis (dari kata geschieden = terjadi). Sedangkan dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, (berasal dari bahasa Yunani “historia” yang berarti yang diketahui dari hasil penyelidikan atau ilmu. Sejarah berarti peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia di masa lampau.[1]
            Obyek yang ditelaah  dalam ilmu sejarah adalah manusia dan waktu. Dalam hal ini kaitannya dengan waktu dalam pandangan sejarah adalah waktu yang berhubungan dengan kehidupan manusia pada masa lampau. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Jika dalam ilmu-ilmu lain dapat melakukan eksperimen berulang-ulang maka sejarah tidak dapat hanya satu kali terjadi (einmalig). Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif. Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
Dalam kaitan pengalaman tersebut diatas , menurut Dilthey, setiap pengalaman baru ditentukan oleh semua pengalaman yang sampat saat itu pernah dimiliki. Pengalam baru memberi arti dan penafsiran baru terhadap pengalam lama. Ada pengaruh pengalaman baru dengan pengalaman lama yang ditentukan oleh proses timbal balik (erlebnis).T ahap kedua audruck, merupakan kenyataan sesuai dengan kenyataan atau persepsi. Tahap  ketiga verstehen yaitu mementaskan kembali pengalaman dan proses psikologi dan intelektual yang dahlu dirasakan oleh seseorang pelaku sejarah. Menurut RG Collingwood, masa lalu dapat diulangi dalam batin berdasarkan pengalaman masa silam dengan menggunakan konsep enact, yaitu mengulangi apa yang hidup dalam benak tokoh sejarah. Hal inilah yang membedakan antara ilmu sejarah dengan ilmu yang lain[2]
            Tentang penggambaran tentang manusia dapat terlihat dalam  gerak sejarah, dengan adanya dua pandangan yang berbeda mengenai peristiwa sejarah yaitu sejarah merupakan peristiwa yang berulang (I’historie se re pete) dan tidak suatu peristiwa yang sama percis dengan peristiwa yang lainnya (gesichte ist eimalig). Menurut Alexander D.Xenopol menyatakan bahwa peritiwa berulang dipelajari oleh ilmu alam, sedangkan peristiwa berurutan merupakan obyek studi sejarah sebagai ilmu.
            Dikaitkan dengan faktor pendorong sejarah, terdapat dua macam penafsiran yaitu determininasi dan kemaun bebas. Filsafat sejarah yang deterministik menekankan faktor keturunan (fisik, biologis, rasial) seperti teori evolusi dari Charles Darwin,  lingkungan geografis, interpretasi ekonomi seperti materialisme dialektika oleh Karl Marx, penafsiran orang besar seperti negarawan, panglima perang, para nadi, sastrawan; kajian sejarah, penafsiran sosiologi seperti dikembangkan olh Ditley, dan penafsiran sintetis yaitu mencoba menggabungkan semua faktor yang menjadi penggerak sejarah.
            Dengan demikian maka mempelajari sejarah berarti pada hakikatnya adalah kajian tentang suatu proses pemahaman kelangsungan dan perubahan terhadap obyek dan dinamika kehidupan manusia atau bangsa yang mempunyai arti istimewa.

B. Epistemologi dalam Imu Sejarah
            Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan pengetahuan. Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani. Episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran , percapakan atau ilmu)[3]. Pokok persoalan klasik dalam epistemologi adalah sumber, asal mula dan dasar pengetahuan; bidang, batas, dan jangkuan pengetahuan; serta validitas dan realibilitas dari berbagai klaim terhadap pengetahuan.[4]
            Pada zaman Yunani dan Romawi awalnya Heredotus (484-425 SM) yang ditasbihkan sebagai the father of history  memandang bahwa sejarah sebagai cerita sejarah (telling history) Sejarah kadang-kadang dimasukkan ke dalam ilmu sosial atau humaniora. Selain pengkategorian sejarah sebagai bagian ilmu humaniora pada dasarnya sejarah berusaha memang ditafsirkan untuk merekam, mewariskan, menafsirkan, serta mempertahankan  budaya  dari kehidupan manusia dimasa lalu. Sementara dalam kegiatan penulisan sejarah hanya memperhatikan unsur  keindahan (estetika).[5]
            Pada masa Kristen Awal dan Zaman Pertengahan ( abad V – XV) , penulisan sejarah cenderung melihat sejarah dari sudut agama dan politik. . Zaman Rasionalisme dan Pencerahan (abad XVIII)  penulisan sejarah berupa gagasan kemajuan peradaban manusia yang akan terus menerus tergerak maju. Zaman Romatisme, Nasionalisme, dan liberalisme ditandai dengan timbul perdebatan klasik tentang karakteristik pendekatan metodologi keilmuan sejarah yang dipelopori oleh kelompok positivisme dan hermeneutika. Kelompok positivisme sangat menekankan keharusan menerapkan sifat kausalitas, generalisasi serta prediksi.[6] Kelompok hermeneutika lebih menekankan penghayatan dari dalam jalan pikiran manusia dengan jalan menjembatani antara dua titik yang berbeda-beda, berusaha mengerti pihak lain berdasarkan pengalaman
            Dalam perkembangan selanjutnya terdapat pandangan tentang sejarah kritis dan sejarah baru. Pandangan filsafat sejarah speklulatif  menafsirkan berdasarkan pendapat sendiri yang bervariasi atas dasar pertimbangan empiris, metafisis dan religius. Sedangkan pandangan filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas permikiran dan penalaran menurut hakikat ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologi dan konseptual.[7]
            Dalam kaitan ini maka ilmu sejarah, telah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu, yaitu :
a. Bersifat empiris, yaitu sesuatu yang dikonseptulisasikan dengan data panca indera. Sejarah didasarkan pada pengalaman hidup manusia, yang diungkap melalui dokumen sejarah. Pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif.
            b. Memiliki metode,  yaitu heuristik (menemukan jejak), kritik, dan interpretasi
c. Memiliki teori  (renungan pengetahuan)
d. Memiliki generalisasi - generalisasi konseptual, tematik, spatial, periodik (kronologis), sosial, kausal (apa dan bagaimana), kultural (budaya), sistematik, struktural.
C. Aksiologi dalam Sejarah
            Dari berbagai literatur, maka kegunaan sejarah sebagai ilmu dapat disimpulkan sebagai berikut :
       a. Menurut Wang Gungwu, kegunaan sejarah adalah : 1) untuk kelestraian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan kelompok itu guna kelangsungan hidup. 2) Sejarah berguna sebagai pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh dimasa lalu, sehingga menjadi azas dan manfaat secara khusus demi kelangsungan hidup itu. 3); Sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai makna hidup dan mati.[8]
b. Menurut Nugroho Notosusanto kegunaan sejarah adalah guna rekreatif, guna inspiratif, guna intruktif, dan guna edukatif.[9]
c. Menurut C.P. Hill meyatakan tentang kegunaan sejarah antara lain 1) secara unik dapat memuaskan rasa ingin tahu tentang orang lain, 2) dapat membandingkan kehidupan zaman sekarang dengan masa lampau 3) dapat diwariskan kebudayaan masa lalu 4) dapat membantu mengembangkan cinta tanah air dikalangan para siswa[10]
            Selain ilmu sejarah memiliki kegunaan, ilmu sejarah juga memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat instritik yaitu 1) sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lalu, pernyataan pendapat, sebagai profesi)
b. Manfaat ekstrinsik yaitu : 1) Sejarah sebagai latarbelakang 2) Sejarah sebagai rujukan. 3) Sejarah sebagai pendidikan moral. Dalam pelaku sejarah terdapat  sikap sebagai tuntunan moral seperti baik-buruk, benar-salah, merdeka-dijajah, pahlawan-pengkhianat, cinta-benci, beradab-biadab,4) Sejarah sebagai pendidikan penalaran, yaitu tentang proses berpikir secara plurikausal, bahwa penyebab suatu peristiwa karena banyak hal.
c.    Manfaat sejarah untuk perencanaan dan/atau penilaian yaitu perbandingan sejarah, unntuk megetahui hal-hal pembangunan- pembangunan, paralelisme (ekonomi, sosiologi, antropologi) serta evolusi sejarah.     
D. Peran Bahasa kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Bahasa merupakan serangkaian bunyi, serta lambang di mana rangakaian bunyi ini membentuk arti  tertentu. Dengan lambang-lambang manusia dapat berpikir dan berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu secara benar.
            Perkembangan bahasa dalam kaitan filsafat analitik menggunakan logico-linguistic maka bahasa bukan saja sebagai sarana berpikir dan berfilsafat melainkan sebagai bahan dasar dari hasil akhir filsafat.
E. Peran Matematika kaitannya dengan Filsafat Ilmu
            Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan yang bersifat artificial, yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Fungsi matematika sebagai bahasa juga sebagai alat berpikir deduktif artinya  proses pengambilan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
                                                                                                                                     
Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Cet II, Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999
Ankersemit, FR,  Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah,              Jakarta,   Gramedia 1987
Coolingwood. R.G.. The Idea of History, New York : Oxpord Univesity Perss , 1956
Hill, C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah Djakarta : Perpustakaan Perguruan
            Kementrian PP dan K, 1956
Notosusanto, Nugroho.  Sejarah Indonesia I, Jakarta , Depdikbud, 1979
Rapar, JH. Pengantar Filsafat, Jakarta Kanisius, 1996
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar                
            Harapan, 2009
           


[1] Gottschalk, Louis ; Understanding History : Primer Historical Method (terjemahan), (Jakarta, Universitas
   Indonesia 1983) , hlm. 27
[2] Coolingwood RG, The Idea of History , ( New York : Oxpord Univesity Perss 1956) hlm 3 -5
[3] JH Rapar, JH, Pengantar Filsafat, (Jakarta, Kanisius, 1996) hlm. 37  
[4]  ibid hal. 37                                                                                                                                                                                
[5] Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2009) hlm
   97
[6]Ankersemit, FR. Refleksi tentang Sejarah , Pendapat-pendapat tentang Filsafat Sejarah, (Jakarta, Gramedia , 1984) hlm. 121-122
[7] Rapar , JH. 1996, Pengantar Filsafat,( Jakarta , Kanisius, 1996) hlm. 84
[8]  Abdurahman, Dudung , Metode Penelitian Sejarah, Cet II ( Jakarta; Logos Wacana Ilmu,1999) hlm. 4.
[9] Notosusanto, Nugroho  Sejarah Nasional Indonesia Jakarta :Depdibud 1992)hlm. 10
[10] Hil C.P. Saran-Saran tentang Mengajarkan Sejarah (Djakarta : Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan K  
    1956) hlm. 120-122.

Haiku 02


pelayaranku
terapung detak ombak
jadi colombus

 bertaring hiu
arung didih gelombang
jiwa nelayan

 tanah membasah
dipangkuan gerimis
kemarau pulang

alunan fajar
ibu penjual sayur
bakul kerontang


denok cengkrong
dua nama kerbauku
kenangan ibu


musim meliuk
angin menari striptis
di punggung musim.

Haiku 01


jangkar berkarat
ikan-ikan berpaling
kisah nelayan

sisa cahaya
gemerincing gerimis
pucat semesta
  
tanah pohaci
traktor menderu riang
lingkaran musim

tanah pohaci
tumbuh ilalang beton
mendusel mimpi

layar bahtera
menerka silir angin
nafas pesisir

paragraf ombak
di pesisir utara
melaut sunyi


Karawang, Maret 2017


Sabtu, 20 September 2014

Perkembangan Agama Kristen di Indonesia



Perkembangan Agama Kristen di Indonesia

Proses masuknya agama kristen ke Indonseia terjadi dalam dua gelombang, yaitu :
Pertama, masuk sejak zaman kuno. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topograhica Christina, diceriterakan pada abad ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, dan Sri Langka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur yang menghubungkan India-Aceh-Barus-Nias melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitahukan bahwa agama Kristen mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga di dekat Barus terdapat desa tua yang dinamakan Desa Janji Mariah.
Dari uraian tersebut maka dapat dijelskan bahawa agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di Semenanjung Malaya dan juga pantai barat di Sumatera. Penganut agama kristen hidup dikota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian juga membuat pemukiman di daerah itu.
Kedua, dengan datangnya bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke 16.Kedatangan bangsa semakin mempercepat penyebaran agama Kristen ke Indonesia. Telah diterangakan bahwa pada abad ke 16 telah terjadi penjelajahan samudera untuk menemukan dunia baru oleh karena itu zaman ini sering disebut The Age of Discovery dengan semboyan gold, glory, gospel telah memotivasi dan semboyan itu maka penyebaran agama Kristen oleh orang Portugis tidak terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan ekploitasi ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah. Pada tahun 1512 pertama kali bangsa Portugis mendarat di Hitu (Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu perdagangan di Pulau Igis ramai. Melalui perdagangan itu pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian bangsa Portugis datang untuk menyebarkan agama Katolik dibeberapa daerah di Kepulauan Maluku. Para penyebar agama Katolik di awali oleh para pastor (padre berarti imam dalam bahasa Portugis). Pastor yang terkenal adalah Pastor Franciscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit dan Metteo Ricci. Ia aktif mengunjungi desa-desa sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara, dan Morotai. Franciscus Xaverius dan Motteo Ricci juga dikenal sebagai penyebar Katolik di India, Cina dan Jepang. Usaha penyebaran Katolik dilanjutkan oleh pastor lain. Kemudian di Nusa tenggara Timur seperti Flores, Solor, dan Timor agama Katolik berkembang tidak terputus sampai sekarang.
Berikutnya agama Kristen berkambang di Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zending aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran ini lebih intensif saat Raffles berkuasa. Katolik dan Kristen berkembang di Indonesia Timur. Beberapa penyebar agama Kristen terkenal dari negeri Belanda seperti Dr. Nomensen, Sbastian Danchaerts dan Heurnius yang berjasa di daerah Tapanuli, Ambon, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan pulau lainnya.
Agama Katolik berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah pada abad ke-16 yang dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yang dikatakan sebagai tahun masuknya Katolik di Sulawesi Utara. Tercatat pada waktu itu telah tercatat dan raja menyatakan masuk agama Katolik. Misalnya Raja Babotehu bersama1.500 rakyatnya telah di babtis oleh Magelhaens.





Perang Tondano I dan Tondano II



a.    Perang Tondano I
Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang-orang Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya Franciscus Xaverius. Ubngan mengalami perkembangan tatapi pada abad ke-17 hubungan dagang mereka terganggu dengan munculnya VOC. Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas berdagang mulai tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan Indonesia menuju Filipina.
VOC berusaha memaksakan orang-orang Minahasa untuk monopoli berusaha di Sulawesi Utara. Orang Minahasa kemudian menentang usaha tersebut maka VOC berupaya untuk memerangi orang minahasa dengan membendung Sungai Temberan. Akibatnya tempat tinggal tergenang dan kemudian tempat tinggal di danau Tondano dengan rumah apung. Pasukan VOC kemudian mengepung orang Minahasa di Danau Tondano. Simon Cos mengeluarkan ultimatum yang berisi 1) orang Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC 2) orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 nbudak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi. Simon Cos kecewa karena ultimatum tidak diindahkan .Pasukan VOC kemudian dipindahkan ke Manado. Setelah itu rakayat Tondano menghadapi masalah dengan hasil panen yang menumpuk tidak laku terjual kepada VOC. Dengan terpaksa kemudian mereka mendekaati VOC, maka terbukalah tanah Tondano bagi VOC. Berakhirlah perang Tondano I. Orang Tondano memindahkan perkampungannya kedataran baru yang bernama Minawanua (ibu negeri)

b.    Perang Tondano II
Perang Tondano II terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19, yakni pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan  Gubernur Jenderal Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di kirim ke jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program Deandels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian para ukung bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.

Dalam suasana Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano, Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan dan membentuk dua pasukan tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil menyerang orang-orang Minahasa. Tanggal 24 Oktober 1808 Belanda menguasai Tondano dan mengendorkan serangan tetapi kemudian orang-orang Tondano muncul dengan melakukan serangan.

Perang Tondano Ii berlasung lama sampai Agusttus 1809.  dalam suasana kepenatan banyak kelompok pejuang kemudian memihak Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuanga Tondano terus memberikan perlawanan. Akhirnya tanggal 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan Moraya hancur bersama para pejuang. Mereka memilih mati daripada menyerah.